Selasa, 09 Oktober 2012

Bertanya Tentang Tuhan Benarkah adanya Alam Semesta menunjukan adanya Tuhan?



Disuatu sore selepas berjama’ah shalat ashar, mbah San (panggilan akrab mbah Hasan Besari), yang udah terbiasa jama’ah di masjid jami’ Baitul Aman keluar dari masjid dengan menenteng tasbih ditangan dan sajadah diselempangkan di pundak kirinya. Saat itu  gerimis deras, udara terasa dingin disertai kabut tipis, maklum  mbah san tinggal di sebuah desa dipegunungan.
Beliau tidak langsung pulang kerumahnya yang lumayan jauh dari masjid, namun berjalan menuju kediaman kiyai Imron yang berada tak jauh dari masjid. Dengan berpayungkan sajadah yang tadi di selempangkan, mbah San berjalan cepat karena takut  badanya basah terkena gerimis. Sesampainya didepan kediaman Kiyai Imran Mbah San melepas sandal yang sudah usang dan ada tali sandal yang sudah dipaku. Kemudian naik keteras dan mendekati pintu rumah. Dengan tangannya mbah San mengetuk pintu “ Assalamu’alaikum” ucap mbah san dengan suara agak parau. Suasana didalam rumah  agak ramai, karena banyak anak –anak yang sudah selesai  ngaji dengan Kiyai Imran mulai dari jam setengah tiga. “Assalamu’alikum” ucap mbah San yang keduakalinya. “Wa’alaikum salam” terdengar suara keras seorang anak dari dalam. Pintu terbuka, “wa’alikumsalam” anak yang membuka pintu berucap. “oh mbah San Monggo mlebet mbah” perintah anak tadi mempersilahkan masuk pada mbah  san. “ mas Abah ada?(Abah panggilan anak-anak pada Kiyai Imron) tannya mbah San dengan sennyum pada sianak. “ada mbah, tadi baru saja masuk kamar setelah jam’ah dimasjid (kiyai Imran sudah biasa selepas jama’ah dimasjid, pulang lalu masuk kamar untuk melakukan shalat sunnah atau tadarus al-qur’an dan  dzikir) sebentar ya mbah tunggu, monggo mbah duduk dulu” ucap anak yang membukakan pintu mempersilahkan duduk.
Beberapa saat kemudian Kiyai Imron kelur dari kamar dan menuju ruang tamu. “Assalamu’alaikum,.
Alhamdulillah, kedatangan tamu agung. Apa kabar, Mbah?"
sapa Sang Ki
yai ceria.

"
Wa’alaikumsalam,baik, Pak Kiyai."  Mbah San bangkit dari duduknya, kemudian menjabat tangan kiyai Imron. "monggo lenggah mbah" ucap kiyai Imron mempersilahkan mbah San untuk duduk kembali. mbah San duduk bersilah di atas karpet tebal berwarna merah yang ada gambar bunga-bunga berhadapan dengan Kiyai Imron. "Pak Kiyai, saya mempunyai dua pertanyaan."
Sejenak pembiacaraan
Mbah San terhenti ketika seorang santri keluar menyuguhkan teh panas dengan sepiring jiwel yang di potong-potong dadu (makanan has desa mbah San yang terbuat dari singkong). "Silahkan, Mbah diunjuk tehnya," ujar Kiyai.

"Iya, Pak Ki
yai. Terima kasih," jawab  Mbah San sambil nyruput teh hangat yang membuat badannya hangat dicuaca yan dingin itu. Diambilnya jiwel dari piring, dikunyahnya pelan-pelan. Kemudian lanjutnya, "Kata Pak Kiyai, bukti Allah itu ada adalah adanya alam semesta yang merupakan ciptaan-Nya."

"Betul, betul itu Mbah," jawab Ki
yai Imron dengan wajah serius.

"Lalu ketika alam semesta ini belum Allah ciptakan, apa yang menjadi bukti jika Allah itu ada?"
Ki
yai Shomad tercenung. Tatapan matanya lembut seperti takjub dengan pertanyaan Mbah San yang nyleneh.

Mbah San masih melanjutkan pertanyaannya, "Dan kalau alam semesta ini tidak ada, apa yang bisa menjadi bukti keberadaan Allah, Pak Kiyai?"
Kiai
Imron manggut-manggut. "Silahkan dilanjutkan, Mbah," katanya.

"Saya berpendapat, berarti keberadaan Allah itu bergantung kepada keberadaan alam semesta ini," kata Mbah San bersemangat. "Sebab Allah ada karena alam semesta ini ada, dan jika alam semesta ini tidak ada maka Allah pun tidak ada."

Kiai
Imron diam tercenung. Diambilnya jiwel dan mengunyahnya.  Kemudian katanya,  "Mbah, nuwun sewu, saya ini orang bodoh. Pertanyaan Panjenengan di luar kemampuan otak saya. Akal pikiran saya mung sak dermo, sebatas pengetahuan saya."
 
Wajah
Mbah San berubah muram. Kepalanya menunduk yang membuat punggungnya yang sudah bungkuk semakin bungkuk. "Tapi Pak Kiyai....." katanya ragu.

Melihat sikap
Mbah San yang murung, Kiai Imron tersenyum arif. Katanya, "Mbah, saya kira tidak ada orang yang bisa menjawab pertanyaan Panjenengan. Apa lagi orang seperti Imron ini yang ilmunya pas-pasan. Pembahasan tentang adanya Allah hanya bisa dijawab dengan dalil-dalil. Baik dalil aqli, maupun dalil naqli."
"Maksud Pak Ki
yai?" ucap mbah San penasaran

"Begini, mengapa prang meyakini adanya Tuhan, karena penggunaan dalil aqli dan dalil naqli tersebut."

"Apa itu dalil aqlinya bahwa Allah itu ada?"
tanya
Mbah San tidak sabar.

"Alam tempat kita hidup beserta gejala-gejalanya yang bisa kita lihat dan kita sentuh tidak mungkin ada tanpa adanya Sang Maha Ada yang menciptakannya. Sangat menakjubkan desain dunia tempat kita hidup. Detailnya juga tidak bisa dijangkau dengan otak manusia. Bumi yang kita tinggali ini ternyata hanya seperti sebutir debu saja di bandingkan jagat raya ciptaan Tuhan. Ada matahari yang keliling lingkarannya ratusan kali lipat panjang keliling bumi. Matahari dengan 8 planetnya tergabung ke dalam galaksi bima sakti yang panjangnya 100 ribu tahun kecepatan cahaya. Padahal kecepatan cahaya adalah 300.000 kilometer perdetik. Selain matahari dan planet-planetnya ada 100 milyar bintang lainnya yang tergabung dalam galaksi bima sakti."

Kiai
Imron berhenti sejenak, minum teh. Diamatinya Mbah San yang nampak serius mendengarkan paparannya. Kemudian katanya, "Panjenengan tahu apa itu galaksi bima sakti?"

Mbah San hanya geleng-geleng kepala.
  "mboten Pak Kiyai" mbah San berucap
''Galaksi bima sakti itu hanya salah satu dari ribuan galaksi serupa yang tergabung dalam satu cluster. Cluster-cluster yang berjumlah ribuan tergabung lagi membentuk super cluster dan akhirnya  dari ribuan super cluster membentuk jagat raya ini."


Mbah San  manggut-manggut.

"Nah Mbah, kalau bumi yang dihuni sekitar 8 milyar umat manusia ini hanya seperti debu di banding jagat raya, apalah arti seorang Imron ini, tak terhingga kecil dan remehnya. Inilah dalil aqli atau  logikanya mengapa Tuhan itu ada. Tidak masuk akal kan Mbah, jika jagat raya yang sangat dahsyat ini tak ada yang membuat dan mengaturnya?"

"Ehm..., dalil naqli itu apa Pak Kiyai?" tanya
Mbah San.

"Dalil naqli itu keterangan-keterangan yang disampaikan oleh para utusan Allah. Mereka adalah manusia-manusia terpilih yang diamanati Allah untuk menjadi nabi atau rasul. Allah menyampaikan perintah-perintah untuk dijalankan umat manusia melalui wahyu yang disampaikan kepada para rasul dan nabi-Nya. Dalam al qur'an  surat al-furqon ayat 61 Allah menegaskan bahwa Dia-lah yang menciptakan jagat raya ini. Artinya begini, "Maha Suci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang dan Dia menjadikan juga padanya matahari dan bulan yang bercahaya."
"Tapi Pak Ki
yai....tentang dua pertanyaan saya tadi?" mbah San menyela

"Pertanyaan yang mana?" tannya kiyai Imron

"Pertanyaan apa bukti adanya Allah sebelum jagat raya ini diciptakan, dan seandainya jagat raya ini tida ada apa berarti Allah juga tidak ada?" mbah San menyebutkan pertanyaanya

Wajah Pak Ki
yai seperti orang kebingungan. "Iya, saya ingat pertanyaan sampeyan itu. Tapi mana? Bisakah Panjenengan tunjukan pada saya biar aku raba pertanyaan itu?"
Kini
Mbah San yang nampak kebingungan. "Maksud Pak Kiyai?"

"Panjenengan bilang punya dua pertanyaan? Mana? Tolong tunjukan padaku agar bisa aku raba?"
Mbah San tertawa terkekeh-kekeh. "heheheheehe,..Pak Kiyai bisa aja, masa kata-kata bisa diraba?"

"Tapi sampeyan percaya tidak kalau pertanyaan itu ada?"
"Ya percaya dong, Pak Ki
yai, wong saya yang nannya."  mbah San menjelaskan sambil nyengir

"Walau pun tidak bisa dipegang?"

"Iya."


Kiai
Imron manggut-manggut. "Itulah Allah. Dia tidak bisa dicerna dengan indera apa pun yang dimiliki manusia. Apa lagi otak kita yang tak terhingga kecil dan remehnya. Pertanyaan itu hanya rekayasa otak Panjenengan saja. Jika mahluk Allah saja banyak yang immateri, tak tersentuh indera, kenapa sampeyan merekayasa Allah dalam bentuk fisik?"
kita adalah  Ahlussunah wal jama'ah, kita bukan golongan Wahabi yang berakidah keluar dari ajaran syar'i, mereka mentasjimkan Allah( mengangga Allah mempunyai fisik seperti mahluk) dan mentasybihkan Allah (menyerupakan Allah dengan mahluk) seperti orang-orang yahudi dan nasrani."
"Kulo dereng mudeng Pak Ki
yai...." Mbah San masih penasaran

Kiai
Imron bergumam. Dan, plak! Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Mbah San. “aduuuuuh awh” Mbah San menjerit kesakitan.

"Kenapa?" tanya Kiai
Imron dengan mimik heran.

"Kenapa menampar saya? Sakit....,
auwh" kata Mbah San sambil meringis.

"Sakit? Mana sakit? Aku tak melihat ada sakit?"
"Ini pipi saya sakit," kata
Mbah San sambil meringis.

"Tapi saya tidak melihat ada sakit di pipi sampeyan," kata Kiai
Imron serius.

Mbah San yang kesakitan  keheranan. Keningnya yang keriput tambah mengkerut karena mengernyit.



Beberapa saat suasana menjadi hening tiada kata yang keluar dari mereka berdua.

Tiba tiba mbah San mengangguk –angguk Kan kepalanya, 
geh geh, pak Kiyai matur suwun sanget”  ucap mbah San sambil tersenyum penuh kepuasan.

” Geh sami-sami mbah” pak Kiyai menimpali

“monggo diteruskan makan jiwelnya” pak Kiyai kembali menawarkan jiwel untuk dimakan kembali.

 



Tidak ada komentar: