Rabu, 24 Juli 2013

MEMBUKA TABIR MANUSIA DENGAN SIFAT WAJIB BAGI ALLAH

SIFAT DUA PULUH
Untuk mengenal lebih jauh dan lebih dalam akan potensi Ruh sebagai khalifah dibumi, yang mengawali proses perjalananya terperangkap didalam dimensi jasmaniah dan bathiniah, akan kita kaji sifat dua puluh untuk memudahkan pemahaman kita dalam membuka tabir ketidak mengertian untuk melahirkan kesadaran akan makna-makna yang terkandung didalamnya.
Ruh manusia dibandingkan dengan  Allah seperti halnya matahari dan alam semesta yang demikian luas (tata surya) atau molekul terhadap terhadap galaksi Bimasakti, meskipun demikian hanya sebesar molekul, baik Dzat, Sifat dan Asma (nama) pasti sama dengan sumbernya. Dapat disimpulkan bahwa sifat dua puluh adalah potensi Ruh yang sebenarnya.
Sifat dua puluh terbagi atas 4 bagian yaitu :
A. NAFSIAH (ADA)
B. SALBIAH (BERSIFAT)
C. MAKNAWIAH (TERPROGRAM)
D. FI’LIYAH (PENDALAMAN)
A. NAFSIAH (Ada)
Terbagi atas satu (1) bagian
1. WUJUD
Surat 2 (AL-BAQARAH) ayat 136
“Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu dari halKu maka katakanlah, bahwasannya Aku “ada” hampir (sangatlah dekat); Aku bersedia memperhatikan permohonan orang yang memohon apabila ia memohon dengan sungguh. Oleh sebab itu hendaklah mereka memperkenankan seruanKu, dan hendaklah beriman kepadaKu agar mereka dapat jalan yang lurus.”

Ayat diatas menjelaskan dan sebagai dalil bahwasanya Tuhan itu “ada” (wujud) dan sangatlah dekat dan kalimat tersebut diawali kata “bertanya” artinya bahwa ada suatu proses pada diri manusia dimana proses tersebut adalah rasa keingin tahuan yang terus berkesinambungan, dari satu pertanyaan kepertanyaan lain dan seterusnya sampai pada kesadaran dalam pemahamannya yang pada tahapan tertentu ia membenarkan dengan hak akan keberadaan Tuhan dan ia berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mendekatkan dirinya sedekat-dekatnya, sampai pada penyaksian akan wujud Tuhan, namun demikian hanya sedikit sekali manusia yang dengan sungguh-sungguh berusaha mencapai tingkat (level) ini.
Surat 24 (ANNUR) ayat 35
“Allah itu Nur bagi langit dan bumi. Bandingan (perumpamaan) nurNya adalah seperti dalam satu kurungan, sinarnya keluar dari satu lubang yang didalamnya ada pelita, sedang pelita itu berada didalam suatu kaca, dan kaca itu laksana bintang seperti mutiara yang berkilauan yang dinyalakan dengan minyak dari pohon-pohon zaitun (pohon yang banyak manfaat/faedahnya) yang bukan bangsa timur dan bangsa barat, yang minyaknya saja hampir menerangi walaupun tidak disentuh api. Nur diatas nur, Allah memimpin (memberi petunjuk) kepada yang dikehendaki kepada NurNya dan Allah membuat (mengadakan) perumpamaan-perumpamaan bagi manusia dan Allah maha mengetahui atas segala sesuatu”
Tuhan menyebut dirinya Allah wujudnya adalah Nur dan juga dinyatakan Cahaya diatas Cahaya bahwa akal dan fikir manusia tidak mungkin untuk dapat mengetahui akan Kemahasempurnaannya hanya dengan perumpamaan saja sebagai jembatan pemahaman atas manusia akan jati diri Allah. Demikian pula dengan wujud Ruh, ia bagian dari Cahaya diatas Cahaya, dan yang dimaksud dengan cahaya tidak sama dengan cahaya yang terdapat dibumi ini. Tokoh Ruh karena ia bagian dari Ruh Tuhan sudah pasti Ruh mampu/diberi kemampuan untuk dapat kembali/menjumpai sumbernya yaitu Allah, kondisi ini tergambar pada bunyi kalimat “Allah memimpin kepada Nurnya, siapa yang ia kehendaki”
Untuk lebih jelasnya didalam kajian “WUJUD” ada tiga (3) golongan akan kesadaran wujud dirinya. Golongan pertama adalah : dimana kondisi manusia dengan kesadarannya menganggap wujud dirinya sebatas fisik (jasmaniah kasar) yang tampak oleh kasat mata, pada kondisi ini apa yang ia usahakan hanya sebatas memenuhi kebutuhan seperti halnya pakaian, makanan, tempat tinggal, kawin, kesenangan-kesenangan yang berkisar pada urusan duniawi, ketergantungannya terhadap nilai-nilai dunia demikian tinggi, pendek kata hidup adalah materi. Golongan ini menduduki peringkat mayoritas atas komunitas manusia.
Golongan kedua adalah : dimana kondisi manusia dengan kesadarannya menganggap wujud dirinya adalah Bathin (jasmaniah halus), tetapi sesungguhnya ia tidak menyadari hal itu, golongan ini memiliki tingkat intelegensial cukup tinggi dibidangya masing-masing akan tetapi lemah pada sisi spiritual dari sudut pandang analogi, tata nilai logika hanya ia sendiri yang memahaminya, ia demikian asyik dengan dirinya sendiri, menganggap kebenaran hanya miliknya sendiri, ia selalu mencari kepuasan dan kenikmatan yang bersifat bathiniah, namun yang dirasakan tidak pernah menemui kepuasan tersebut seperti contohnya seorang pelukis yang tidak pernah puas dengan hasil lukisannya, ia terperangkap kedalam kenikmatan yang bersifat semu, harga dirinya demikian tinggi ia menginginkan dirinya dimuliakan, menganggap dirinya lebih tinggi disisi Allah, kecenderungan terhadap duniawi cukup tinggi, tetapi ketergantungannya tidak seperti halnya golongan yang pertama artinya rendah, ia masuk didalam golongan menengah atas komunitas manusia, mereka banyak terdapat pada kelompok ahli ilmu didalam bidangnya masing-masing.
Golongan ketiga adalah : adalah golongan manusia yang pada mulanya terjebak pada golongan pertama dan golongan kedua, karena suatu sebab menyadari akan kesalahan-kesalahannya dan bertobat dengan sungguh-sungguh membulatkan tekat memperbaiki kesalahan-kesalahan yang telah diperbuatnya. Setahap demi setahap ia mendekatnya dirinya kepada Tuhan, meningkatkan kualitas taqwanya, semakin hari nilai-nilai religious terbangun dan terus berproses, berevolusi menuju bentuk kesempurnaannya, makna demi makna dilaluinya, pemahamannya tentang hidup semakin meningkat bersamaan dengan meningkatnya ilmu, moral, wawasan seperti halnya berkembangnya sebatang pohon akar bertambah, membesar dan memanjang, batang membesar dan meninggi, kulit batang melebar, daun dan ranting semakin bertambah jumlahnya tampak sehat-sehat dan segar serta kekar, membuat kagum setiap orang yang memandang. Ia memahami betul akan visi dan misi sebagai manusia didalam hidup dan kehidupan yang Tuhan ciptakan, ia sadar sesadar-sadarnya akan wujud dirinya yang sejati, didalam proses evolusinya ia menjumpai bahwa wujud dirinya adalah Ruh dan ia memahami dengan haq (benar) bahwa ia bagian dari Ruh Allah, Tuhan pemilik atas alam semesta. Golongan ini sangatlah minoritas sekali disebabkan tingkat kesulitan yang demikian tinggi demikian besar harga yang harus dibayarkan, semoga kita termasuk orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan dikehendaki menuju kepada NurNya . Amin.
B. SALBIAH (Bersifat)
Terbagi atas lima (5) bagian
2.
QIDAM (Berkepribadian)
Tuhan memiliki sifat yang sangat pribadi artinya kepribadian bahwa sifat Allah Kemahasempurnaannya yang dimilikinya seperti Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Sabar. Allah tidak ada kepentingan atau ingin dibalas jasanya pemberiannya tidak mengharapkan akan dibalas oleh seluruh makhluk ciptaannya.
Surat 4 (AN-NISA) Ayat 113
“Dan sekiranya tidak ada kurnia Allah atasmu dan rahmatNya, niscaya segolongan dari mereka berikhtiar akan menyesatkanmu, pada hal mereka tidak akan menyesatkan melainkan diri mereka sendiri, dan tidak akan mereka membayarkanmu meskipun hanya sedikit, karena Allah telah turunkan atasmu kitab dan kebijaksanaan, dan ia telah ajarkan kepadamu apa yang engkau belum tahu, dan adalah kurnia Allah atasmu itu besar.”

Bahwa ternyata atas diri manusia ada karunia dan rahmat dan Allah telah turunkan kepada manusia kitab dan kebijaksanaan artinya didalam diri manusia sudah terprogram dimana program tersebut berada didalam Ruh (jati diri manusia) hal ini dijelaskan (tergambar) pada surat dan ayat berikut ini.
Surat 2 (AL-BAQARAH) Ayat 97
“Katakanlah : Barang siapa jadi musuh bagi jibril maka celakalah ia, karena sesungguhnya ia turun (Qur’an) itu dihatimu dengan perintah Allah yang menyetujui isi kitab itu yang ada dihadapannya dan sebagai satu petunjuk dan satu kabar gembira bagi orang-orang mu’minin.”

Khidam (kepribadian) yang dimaksud adalah bahwa Ruh pun (manusia) semestinya dengan kerja kerasnya didalam taat (taqwa) membangun kepribadian sebagaimana sumbernya, artinya menyempurnakan sifat-sifat yang diantaranya sabar, syukur, iklas, kona’ah dan seterusnya sifat yang hakiki atas diri manusia.
3. BAQA (Kekal)
Surat 55 (AR-RAHMAN) Ayat 26 dan 27
26/ ”Tiap-tiap yang ada diatas bumi itu akan mati (binasa).”
27/ ”Tetapi diri Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan akan kekal.”

Surat 23 (AL-MU’MINUN) Ayat 10 dan 11
10/ “Mereka itu ialah orang-orang yang jadi waris”
11/ “Yang akan mewarisi firdaus yang mereka akan kekal padanya.”

Dua surat Al-qur’an dan masing-masing dua (2) ayat berbicara tentang kekekalan, ayat 26 surat 55 (Ar-Rahman) menyatakan dengan jelas bahwa, semua makhluk yang ada diatas bumi akan binasa hanya Tuhan yang kekal dan diakhiri dengan kebesaran dan kemuliaan. Pada surat 23 (Al-Mu’minun) menyatakan tentang orang-orang kekal sesudah kematiannya. Sejauh mana kita membedah dan mengkaji akan kedua surat tersebut dalam rangka membangun nilai-nilai keyakinan melalui proses pemahaman untuk menemukan hakekat kehidupan yang sesungguhnya.
Apa kaitannya antara, Kekal, Tuhan, manusia dan Kebesaran (KeAgungan) serta Kemuliaan? Ruh adalah bagian dari Ruh Tuhan artinya Ruh itu kekal sebagaimana sumbernya yaitu Tuhan sedangkan jasmaniah (jasad kasar dan halus) akan mengalami kebinasaan (mati), didalam kehidupannya didunia bagaimana seorang manusia dengan sungguh-sungguh bekerja keras berproses menuju kepada kesempurnaannya, menjadikan dirinya Agung dan Mulia untuk dapat mewarisi Firdaus dalam keadaan Kekal.
Surat 76 (AL-INSAN) Ayat 7
4. MUKHALAFATULIL HAWADIST (Berbeda)
Bahwa Tuhan, baik itu sifat, Dzat dan wujudnya, berbeda dengan apa yang diciptakan, hampir semua makhluknya unsure dasarnya adalah api, air, angin dan tanah kecuali manusia disamping keempat unsure tadi ada unsure cahaya (Nur) artinya bahwa manusia terdiri dari jasmaniah (unsure ciptaan) dan Ruhani (unsure Tuhan)
Surat 19 (MARYAM) Ayat 65
“Tuhan bagi langit dan bumi dan apa-apa yang ada diantara keduanya, lantaran itu sembahlah Dia dan sabarlah dalam beribadat kepadaNya bukankah tidak engkau dapati yang senama denganNya?”

Ayat diatas ini tegas dan gamblang menjelaskan bahwa seluruh semesta (tata surya) Tuhanlah pemiliknya, didalam ayat inipun menyatakan sifat Tuhan yang disembah dan sifat makhluk yang menyembah perbedaan yang berbanding terbalik antar pencipta dengan yang diciptakannya.
Surat 112 (AL-IKHLAS) Ayat 5
“Dan tidak ada siapapun yang sama (sebaya) denganNya.”
Ruh adalah bagian dari Ruh Allah, bahwa Ruh manusia bagian kecil dari Ruh Allah yang tidak terhingga artinya Ruh manusia berbeda dengan Ruh Allah, manusia didalam keterbatasannya, namun memiliki sifat yang sama dengan sumbernya, maka dikatakan sesungguhnya didalam diri manusia terkandung “sifat Ilahi”
Surat 16 (AN-NAHL) Ayat 17
“Apakah Dzat yang menjadikan itu sama seperti Dzat yang tidak menjadikan, apakah kamu tidak mau berfikir.”
5. KIYAMUHUBINAFSIHI (Berdiri Sendiri)
Surat 2 (AL-BAQARAH) Ayat 255
“Allah itu, tidak ada Tuhan yang sebenarnya melainkan Dia, yang hidup yang berdiri dengan sendirinya Dia tidak dihampiri oleh ngantuk dan tidak oleh tidur……….”

Surat 3 (AL-IMRAN) Ayat 2
“Allah itu, tidak ada Tuhan melainkan Dia , yang hidup yang berdiri dengan sendirinya”

Surat 20 (THA-HA) Ayat 111
“Dan akan tunduk muka-muka bagi Tuhan yang hidup, yang berdiri dengan sendiriNya, dan sesungguhnya, rugilah orang yang telah kerjakan kezhaliman.”

Ketiga ayat diatas dan berbeda surat sangat tegas menyatakan bahwa Allah berdiri dengan sendirinya dan Allah tidak berawal dan tidak berakhir. Bagaimana kaitannya antara Ruh dengan ketiga ayat tersebut diatas? Manusia dalam kehidupannya yang sementara dialam dunia, banyak sekali (mayoritas) tidak menyadari akan dirinya yang sebenarnya, tidak mengetahui tujuan hidupnya, mereka sekedar menjalaninya saja dan menganggap dirinyalah yang paling benar. Dalam bunyi ayat “berdiri dengan sendirinya” mengapa selalu didahului dengan “ yang hidup” artinya kaitannya dengan manusia adalah Tuhan menciptakan manusia diwajibkan mengerjakan perintah dan menjauhi laranganNya, dimana kewajiban-kewajiban tersebut adalah suatu proses manusia menuju kepada kesempurnaannya sebagaimana ia diciptakan memiliki Ruh yang terkandung sifat “Ilahi”, bila mana manusia didalam kehidupannya mengerjakan dengan sungguh kewajiban-kewajiban tersebut maka hawa nafsu akan tertundukkan, dalam kondisi ini akan dikuasai oleh sifat-sifat Ilahi, manusia baru dikatakan hidup, Ruh sebagai pengendali atas diri manusia, dikatakan juga manusia berdiri sendiri atau kuasa atas dirinya, tidak berdiri atas hawa nafsunya demikian yang dimaksud dengan berdiri sendiri.
6. WAHDANIAH (Esa/Ganjil)
Esa/Ganjil adalah wadah (tempat) Dzatiniah
Dzatiniah adalah Dzatnya Allah berapa Nur dan Nur tersebut dinamakan Allah dan Dzatnya Allah mempunyai 99 nama
Surat 21 (AL-ANBI-YA’) Ayat 108
“Katakanlah, sesungguhnya yang diwahyukan kepadaku ialah bahwasanya Tuhan kamu itu tidak lain melainkan Tuhan yang Tunggal, maka tidakkah mau kamu masuk dalam keselamatan.”

Surat 37 (ASH-SHAFFAT) Ayat 4
“Sesungguhnya Tuhan kamu itu satu.”
Surat 112 (AL-IKHLAS) Ayat 1
“Katakan; Ia lah yang tunggal.”

Bahwa Tuhan itu satu (tunggal) hampir semua manusia meyakini hal ini, demikian dengan manusia bahwa Ruh itu tunggal beda dengan jasmaniah yang memiliki empat (4) unsure.
a. Wahdaniah Al-Makaniah
- Allah tidak terikat dengan tempat
b. Wahdaniah Al-Zamaniah
- Allah tidak terikat dengan waktu
c. Wahidiyah
- Allah sangat halus
d. Wahdaniah Suhudi (wahdatul suhud)
- Proses teknis untuk bertemu Allah
e. Wahdatul Wujud
- Bertemu Allah (Tha-ha-li)
C. MANAWIAH (Terprogram)
7.
QUDRAT (KUASA/KEINGINAN/VISI)
Manusia dalam kehidupan dialam dunia, akan melalui tahapan-tahapan diawali bayi, balita, anak-anak, remaja, pemuda, setengah tua, tua kemudian mati.
Surat 4 (AN-NISA) Ayat 28
“Allah hendak meringankan (keberatan) dari kamu, karena manusia itu diciptakan bersifat lemah.”

Bahwa manusia memulai kehidupannya didunia dalam kondisi lemah baik fisik, akal, fikiran maupun jiwanya berawal dari kelemahan ini manusia berproses dan berevolusi menuju kepada kesempurnaannya, kesadaran akan hal inilah seharusnya dimiliki manusia akan tetapi kebanyakan manusia dikuasai oleh hawa nafsunya sehingga ia tidak kuasa atas dirinya. Nilai-nilai kesempurnaan dan kesuksesan hanya yang bersifat materi (pangkat, gelar, jabatan dan harta benda). Kondisi manusia yang terhijab atas hawa nafsu dimaknai dengan “KODRAT”
Surat 4 (AN-NISA) Ayat 31
“Jika kamu jauhi dosa-dosa besar yang dilarang kamu mengerjakannya niscaya Kami akan hapuskan dari kamu kesalahan-kesalahan kamu, dan akan Kami masukan kamu ditempat masuk yang mulia.”

Istilah kodrat ini kerap kali kita dengar dari orang-orang yang dihadapkan pada satu kasus dan mereka tidak menemukan jawabannya maka untuk menghindar atau mencari pembenaran muncullah kata kodrat artinya bahwa keterbatasan manusia dalam pemahaman dan tidak berusaha untuk mencari arti yang sebenarnya dan terjadi pembatasan didalam kerangka berfikir, kondisi seperti ini sering diistilah “AWAM”. Sedangkan ayat diatas menegaskan akan kondisi ini dimana kondisi (orang awam) adalah kondisi manusia yang diliputi oleh dosa-dosa yang mereka kerjakan sendiri.
8. IRADAH (Menentukan)
Iradat adalah niat/kehendak/tekad, kaitannya dengan hati manusia, yang melahirkan bisikan yang sangat halus, salah dan benar didalam mengarungi samudera kehidupan menuju dimensi akhirat tergantung pada iradat (niat), visi atau tujuan manusia hidup banyak sekali versinya, maka factor pengetahuan demikian pentingnya didalam mendudukan niat.
Kata iradat ditujukan kepada orang-orang yang tidak mengerti atau faham akan tujuan hidup, ketidak fahaman dilahirkan oleh sebab kedangkalan pengetahuan melahirkan keterbatasan cara pandang akan dirinya dan Tuhannya.
Surat 35 (FA-THIR) Ayat 15
“Hai manusia! kamulah orang-orang yang berkehendak kepada Allah, sedang Allah Ia lah yang kaya, yang terpuji.”

Ayat ini sangat jelas dan tegas mengabarkan tentang kehendak manusia, dikatakan “yang berkehendak kepada Allah “bukan” kepada dunia” ditutup dengan yang kaya dan yang terpuji”, untuk menuju kepada Allah, sifat yang terpujilah yang harus dimiliki (disandang) manusia untuk menyandang sifat terpuji (sifat Ilahi) manusia harus kaya akan pengetahuan.
Surat 39 (AZ-ZUMAR) Ayat 34
“Adalah mereka disisi Tuhan mereka, apa yang mereka kehendaki, yang demikian itu ganjaran bagi orang-orang yang berbuat kebaikan.”

Niat (Iradat) kata kunci, selamat atau tidaknya manusia di akhirat kelak (dimensi kelanggengan), niat (iradat) akan melahirkan perilaku baik atau perilaku buruk oleh karena itu hati-hati didalam mendudukan niat (Iradat).
9. ILMU (Energi)
Yang dimaksud dengan kata “ILMU” disini adalah pengetahuan yang dimiliki manusia masih terbatas pada dimensi yang bersifat duniawi tidak yang bersifat keTuhanan, pengetahuan yang bersifat muamalah, dimana tujuan pengetahuan yang dimilikinya hanya untuk kebutuhan hidup lahiriyah semata dalam ruang lingkup duniawi. Proses untuk mendapatkannya melalui pendekatan yang bersifat formal antara lain, sekolah, mambaca interaksi dengan orang lain, riset dsb.
Surat 83 (AL-MUTHAFFIFIN) Ayat 14
“Tidak sekali-kali! Bahkan apa yang telah mereka usahakan itu telah menutup hati mereka.”
Surat 30 (AR-RUM) Ayat 7
“Mereka mengetahui sesuatu yang lahir dari penghidupan dunia, padahal dalam urusan akhirat mereka lalai.”

Dua surat diatas sudah mencukupi dengan apa yang dimaksud “ILMU”
Bila kita amati perkembangan ilmu pengetahuan sejak abad 20 sampai sekarang ini demikian pesatnya, pendidikan atas diri manusia adalah segala-galanya, disisi lain perkembangan moral manusia semakin rendah, demikian hebat dunia memperdaya komunitas manusia.
10. HAYAT (Hidup)
Hidup yang dimaksud adalah : kita sebagai manusia mengalami proses evolusi sebagaimana halnya jasmaniah (fisik) dari awal kelahirannya sebagai bayi sampai menjadi tua dan akhirnya mengalami kematian. Proses evolusi ini tidak hanya terjadi pada hal yang bersifat fisik (jasad) saja, tapi juga pada dimensi bathin, pada dimensi fisik manusia menganggap bahwa dirinya berupa jasad hanya yang lahirnya saja. Ketergantungannya terhadap hal-hal yang bersifat materi (matrial) begitu besar ini yang dimaksud dengan hidup, sementara kondisi bathin masih dikatakan mati, hal ini karena dimensi bathin sepenuhnya dikuasai oleh hawa nafsu dan kondisi seperti ini menguasai komunitas manusia pada zaman sekarang ini, mayoritas manusia didunia pada era globalisasi ini mulai dari kalangan bawah, menengah dan atas dari yang sangat primitive sampai yang termodern menumpahkan cita-citanya pada penghidupan duniawi, seluruh fikirannya dicurahkan untuk bagaimana mendapatkan dan mengumpulkan uang (dollar) dan harta sebanyak-banyaknya, mereka menganggap, tidak akan bisa hidup tanpa uang atau waktu adalah uang.
Surat 6 (AL-AN’AM) Ayat 32
“Dan tidaklah penghidupan dunia ini melainkan permainan dan kelalaian, dan sesungguhnya negeri akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang berbakti. Oleh karena itu, tidakkah kamu mau berfikir”

Ayat ini diakhiri oleh kata “berfikir” bahwa Tuhan memberikan peralatan (piranti) yang berupa “fikir” atas diri manusia semata-mata untuk berbakti kepada Tuhan, untuk mencari akan Dzat, sifat KeAgungan Tuhan yang ada pada dirinya untuk menjadikan manusia taat dan taqwa atas perintah dan laranganNya. Dalam komunitas manusia yang cinta kepada dunia (matrialistik) terbagi atas 2 golongan.
Surat 1 (AL-FATIHAH) Ayat 37
“Bukan mereka yang dimurkai atasnya dan bukan mereka yang sesat”

Golongan pertama adalah : golongan yang dimurkai golongan yang didalam kehidupannya mempelajari dan mengerti akan agama, mereka berpengetahuan akan tetapi pengetahuan agama yang dimilikinya digunakannya untuk kepentingan dunia, kecintaannya kepada dunia demikian besar.
Surat 2 (AL-BAQARAH) Ayat 86
“Mereka itu orang-orang yang membeli kehidupan dunia dengan harga akhirat, oleh karena itu tidak akan diringankan siksaan dari pada mereka dan mereka tidak akan diberi pertolongan.”

Golongan kedua adalah : golongan yang sesat golongan ini adalah orang-orang yang tidak beragama dan golongan yang mengaku beragama tetapi mereka tidak mengerti dan memahami, ada yang beribadah sebagai contoh mereka sembahyang tapi sembahyang (shalat) yang dilakukan bukan karena takut kepada Tuhan tetapi mereka takut akan dunia, takut dijauhi oleh rizki, golongan ini golongan mayoritas atas komunitas manusia.
Surat 2 (AL-BAQARAH) Ayat 204
“Dan dari antara manusia ada yang perkatannya dalam hal kehidupan dunia membuatmu senang dan ia menjadikan Allah saksi atas apa yang ada dihatinya, pada hal ia itu sejahat-jahatnya musuh.”

Surat 16 (AN-NAHL) Ayat 21
Surat 27 (AN-NAML) Ayat 4
“Sesungguhnya orang-orang yang tidak mau beriman kepada akhirat, kami nampakan baik bagi mereka, amal-amal mereka, maka dengan sebab itu, mereka mengembara dalam kesesatan”
Surat 76 (AL-INSAN) Ayat 27
“Sesungguhnya mereka cinta dunia dan mereka meninggalkan dibelakang mereka satu hari yang berat.”

Demikian kehidupan dunia apa dimaksudkan dengan hidup, marilah kita lihat diri kita masing-masing, ada pada golongan yang mana kita berada.
11. SAMA’ (Mendengar)
Manusia diciptakan secara fisik memiliki alat pendengaran yang dinamakan telinga demikian pula hewan, dimana fungsi telinga adalah menangkap frekuensi suara kemudian dikirim keotak yang berisi milyaran sel yang salah satu fungsi sel adalah menyimpan data, frekuensi suara yang diterima oleh telinga, demikian pula pengetahuan yang dibawa oleh frekuensi suara termemori (direkam) oleh sel otak. Tahapan awal pada diri manusia, untuk memahami akan kehidupannya membutuhkan akan pengetahuan sebagai ilmu untuk memasuki dimensi kesadaran memahami hidup dan kehidupan yang ia jalani yang meningkat menuju kesempurnaannya. Suara yang termemori sesuai dengan apa yang menjadi keinginannya tidak semua suara dapat ditangkap dan direkam oleh sel otak, disebabkan karena pertumbuhan sel otak pada tiap manusia berbeda-beda disesuaikan factor genetic yang dipancarkan oleh kedua orang tuanya.
Surat 21 (AL-ANBI-YA) Ayat 45
“Katakan: “Aku tidak ancam kamu melainkan dengan wahyu, tetapi orang-orang tuli, tidak bisa mendengar seruan apabila mereka diancam”

Ayat ini bukan menjelaskan pendengar secara jasmani (fisik) artinya secara fisik ia memiliki telinga dan dapat mendengar tetapi ia tidak bisa menangkap frekuensi ilahiah demikian yang dimaksud dengan “WAHYU” bahwa ada piranti untuk mendengar selain telinga yang terdapat pada jasad.
Surat 27 (AN-NAML) Ayat 80
“Sesungguhnya engkau tidak bisa membikin dengar orang-orang yang mati, dan tidak bisa engkau bikin orang-orang tuli mendengar panggilan, apabila mereka berpaling membelakang.”

Bahwa orang-orang yang tidak tunduk dan taat kepada perintah dan larangan Allah itu dikatakan mati dan tuli, kalimat yang berbunyi “mereka berpaling membelakang” adalah orang-orang yang bervisi (tujuan) hidup kepada dunia. Dan masih banyak ayat-ayat yang menjelaskan tentang sami (mendengar).
12. BASHAR (Melihat)
Seperti halnya sami, basar (melihat) pun bagi orang-orang yang tidak mengerti (memahami) akan hidupnya dikatakan buta walaupun orang tersebut memiliki mata sebagai alat untuk melihat dan ini adalah golongan orang-orang yang dimurkai dan golongan sesat.
Surat 2 (AL-BAQARAH) Ayat 15
“Allah akan balas mengolok-olok mereka akan Aku biarkan mereka mengembara buta, tuli didalam kesesatan mereka yang melampui batas.”

Ayat ini menjelaskan tentang golongan manusia yang dikatakan sami, basar (tuli, buta) seperti yang telah dijelaskan diatas yaitu golongan sesat dan golongan orang-orang yang dimurkai.
Surat 5 (AL-MA-IDAH) Ayat 71
“Dan mereka sangka, bahwa tidak aka ada percobaan, lantas mereka jadi buta dan tuli, kemudian Allah beri taubat kepada mereka, kemudian kebanyakan dari mereka jadi buta dan tuli, padahal Allah melihat apa yang mereka kerjakan.”

Surat 30 (AR-RUM) Ayat 53
“Dan tidaklah bisa engkau memalingkan orang-orang yang buta dari kesesatan mereka, tidak bisa engkau membikin dengar, melainkan orang-orang yang mau beriman kepada ayat-ayat Kami, lantas mereka menyerah diri.”

Surat 47 (MUHAMMAD) Ayat 23 dan 24
23/ “Mereka itu ialah orang-orang yang dilaknat oleh Allah, lalu ia tulikan mereka dan butakan pandangan mereka.”
24/ “Maka tidakkah mau mereka perhatikan Qur’an? Atau adakah atas hari mereka itu tutupan-tutupannya?”
Surat 2 (AL-BAQARAH) Ayat 171
“Dan bandingkan menyeru orang-orang yang tidak mau beriman itu seperti orang yang menyeru sesuatu yang tidak mengerti melainkan suara panggilan dan seruan mereka itu tuli, bisu, buta oleh sebab itu, mereka tidak mengerti.”
13. KALAM (Berkata)
Berkata atau berbicara salah satu piranti atas badan lahir (jasmaniah) manusia, piranti (alat) ini demikian penting sebagai alat komunikasi untuk manusia sebagai makhluk social, piranti inipun sebagai bekal awal dalam kehidupan manusia, baik tidaknya manusia akan terlihat dari bagaimana ia berbicara dan dari alat ini banyak sekali dosa yang dilahirkannya, dan ia digunakan hanya terbatas antara manusia dengan manusia inipun dengan bahasa yang dipahami.
Surat 6 (AL-AN-AM) Ayat 39
“Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami itu, tuli dan bisu, didalam kegelapan-kegelapan. Siapa-siapa yang Allah mau, Ia akan sesatkan dia; dan siapa-siapa yang Ia mau, Ia akan jadikan dia atas jalan yang lurus.”

Kalau kita perhatikan ayat ini dengan kalimat yang berbunyi “mendustakan ayat-ayat Kami”, golongan ini adalah orang-orang yang mempelajari kemudian mengerti dan memahami tapi mereka mendustai dikatakan mereka tuli dan bisu, bagaimana dengan mereka dapat membaca tapi tidak mengerti apalagi memahami yang lebih celakanya mereka yang tidak membacanya sama sekali padahal mereka Islam dan mereka menyangka mereka akan masuk surga.
Surat 8 (AL-ANFAL) Ayat 22
“Sesungguhnya, sejahat-jahatnya makhluk yang merayap, pada sisi Allah ialah orang-orang yang tuli dan bisu, yang tidak mau mengerti.”

Maksud dari kalimat “makhluk yang merayap” adalah kendaraan yang digunakan manusia seperti halnya motor, mobil dan yang lainnya. Pada zaman sekarang ini, dua (2) golongan yang dimaksud (sesat dan dimurkai) dikiaskan dengan makhluk yang merayap. Orang-orang yang cinta bahkan sangat mencintai dunia lebih banyak waktu hidupnya diatas kendaraan untuk menggapai (mendapati) barang-barang yang dicintainya dan mereka tidak pernah puas dengan apa yang sudah didapatinya.
Surat 6 (AL-AN-AM) Ayat 46
“Katakan: “Bagaimanakah fikiran kamu, jika Allah cabut pendengaran kamu dan penglihatan-penglihatan kamu dan Ia meterai atas hati kamu? Siapakah Tuhan selain dari Allah yang bisa mengembalikannya kepada kamu? “Lihatlah bagaimana Kami ulang-ulangkan ayat-ayat Kami, kemudian mereka berpaling”

Sudah banyak contoh manusia dalam kehidupan ini, sebagai contoh kasus ketika kecintaan terhadap dunia demikian besar, pada hari tuanya mengalami banyak penyakit sampai mengalami telinga tuli, matanya buta tetapi tetap saja hatinya condong kepada dunia, kondisi ini kita saksikan hampir setiap hari dan tidak menjadi hikmah bagi orang-orang yang menyaksikan, karena kebanyakan manusia telah di materai hatinya oleh kecintaannya kepada dunia, memori yang tersimpan pada fikiran kita terisi oleh hal-hal yang bersifat matrialistik. Pada hal begitu kasih dan sayangnya Tuhan kepada manusia, Ia membuat ayat-ayat dari mulai ayat yang nyata (alam semesta ini) ayat yang tertulis (kitab Al-Qur’an) ayat yang berjalan (manusia) semata-mata sebagai petunjuk menuju jalan yang lurus, jalan menuju kepadaNya.
Surat 30 (AR-RUM) Ayat 41
“Telah lahir kerusakan dibumi dan dilaut dengan sebab usaha tangan-tangan manusia”
D. FI’LIYAH (Pendalaman)
14. QADIRUN (Yang Kuasa)
Manusia pada kondisi Kodirun (yang kuasa) adalah setelah lahirnya kesadaran atas diri manusia antara ia terhadap Tuhannya, ia bekerja keras dan sungguh-sungguh didalam taat dan taqwa atas perintah dan laranganNya, kepahaman atas visi dan misi hidup dan kehidupannya semakin jelas, ia yang kuasa atas badan lahir dan bathin, tertunduknya hawa nafsu, ketergantungan atas matrialistik semakin hari semakin mengecil sampai akhirnya hilang sama sekali dan ketergantungannya hanya kepada Tuhannya yaitu Allah pemilik atas dirinya, hari-harinya hanya berbakti dan mengabdi, tiada yang terlebih penting melainkan Allah, tampak sifat-sifat Tuhannya atas dirinya yang diantaranya sabar, syukur, ikhlas, jujur, fatonah dan seterusnya. Kodirun didalam Al-Qur’an dikatakan orang-orang yang beriman.
Surat 24 (AN-NUR) Ayat 55
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang beriman dari kamu dan beramal shalih, bahwa ia akan jadikan mereka khalifah dibumi sebagaimana Ia telah jadikan khalifah orang-orang yang sebelum mereka dan akan Ia jejakan bagi mereka agama mereka yang Ia ridhoi untuk mereka, dan ia akan gantikan ketakutan mereka dengan keamanan. Mereka akan menyembah akan Daku, tidak mereka sekutukan sesuatu dengan Daku, dan barang siapa kufur sesudah itu, maka mereka itu orang-orang yang fasiq”
Tidak jarang pada zaman sekarang ini kita temukan orang-orang yang ahli dalam bidang agama mereka hidup bermewah-mewah, ilmunya dijadikan alat untuk memperkaya diri, orang-orang yang seperti ini yang dikatakan fasiq.
Surat 2 (AL-BAQARAH) Ayat 218
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan orang-orang yang berhijrah serta bekerja keras dijalan Allah, mereka itu orang-orang yang berharap rahmat Allah.”

Surat 3 (AL-IMRAN) Ayat 142
“Apakah kamu sangka, bahwa kamu akan masuk surga, padahal Allah belum buktikan mereka yang bekerja keras dari antara kamu dan belum buktikan mereka yang sabar.”
Bila kita kaji dan hayati ayat diatas dapat kita simpulkan bahwa hidup itu tidak sederhana, untuk mencapai kondisi kodirun saja bukan pekerjaan mudah, dalam ayat 218 Al-Baqarah sangat jelas dan gamblang bahwa untuk menjadikan iman atas diri saja (kodirun) tunduk dan patuh, melalui proses yang panjang untuk memahami apa makna dari ayat-ayat yang terkandung didalam Al-Qur’an apa lagi untuk mendapatkan surga, dan masih banyak persyaratan-persyaratan yang wajib dilaksanakan dengan kerja keras bagi orang-orang yang berharap hidup bahagia, tentram dan damai diakhirat kelak, semoga kita termasuk golongan orang-orang yang bekerja keras dijalan yang lurus yang diridhoi.
15. MURIDUN (Yang Menentukan)
Setelah tahapan Kodirun yaitu suatu keinginan yang kuat dan bulat serta kerja keras didalam ibadah tunduk dan taat, ia mengerti dan paham akan tujuan hidupnya maka lahirlah niat/kehendak atas dirinya, meneruskan kerja kerasnya untuk mencapai tujuan (visi) atas hidupnya artinya tertunduknya hawa nafsu atas badan lahir dan bathin pada kondisi ini Ruh sebagai pengendali, Ruhlah yang menentukan arah dan tujuan apa yang dikehendaki, untuk menuju keselamatan dunia dan akhirat.
Surat 2 (AL-BAQARAH) Ayat 177
“Bukanlah kebajikan itu bukan masalah kamu memalingkan muka kamu kepihak timur dan barat, tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian dan malaikat dan kitab dan nabi-nabi dan mendermakan harta yang sedang ia cinta itu kepada keluarga yang miskin dan anak-anak yatim dan orang-orang miskin dan orang pelayaran (yang kehabisan bekal) dan orang-orang yang meminta dan menebus hamba-hamba (budak) dan mendirikan sembahyang dan mengeluarkan zakat dan menyempurnakan janji, apabila berjanji dan sabar diwaktu kepayahan dan sesudahnya dan diwaktu perang, mereka itu ialah orang-orang yang benar dan mereka itu ialah orang-orang yang berbakti.”

Surat 3 (AL-IMRAN) Ayat 16 dan 17
16/ “(Yaitu) orang-orang yang berkata,”Hai Tuhan Kami! Sesungguhnya kami telah beriman. Oleh sebab itu, ampunkanlah dosa-dosa kami dan peliharalah kami dari pada siksa neraka.”

17/ “(Yaitu) orang-orang yang sabar dan yang benar dan yang taat sungguh-sungguh dan yang membelanjakan harta dan yang meminta ampun diwaktu malam.”
Surat 9 (AL-BARA-AH) Ayat 59
“Dan alangkah baiknya jika mereka ridho dengan apa yang Allah dan RasulNya berikan kepada mereka sambil mereka berkata: “Cukuplah Allah bagi kami, Ia dan RasulNya akan beri kepada kami kurniaNya, sesungguhnya kepada Allahlah kami menuju”
Tiga surat dan ayat diatas, mencukupkan akan pengertian kita dengan apa yang dimaksud “Muridun” dan masih banyak lagi ayat-ayat yang kaitannya dengan niat dan tujuan hidup manusia dimuka bumi ini sebagai manusia yang beriman.
16. ALIMUN (Yang Mengetahui)
Manusia sebagai makhluk Ruhaniah bagian dari Ruh Allah, Ia memiliki pengetahuan (energi) keTuhanan, sebagaimana sudah dijelaskan diatas pada surat Al-Baqarah ayat 31.
Alimun adalah ilmu mukasyawah (Laduni) dimana kondisi manusia ketergantungannya terhadap hal yang bersifat matrialistik demikian rendah dan kebaktian, ketaatan serta ketaqwaannya sangat tinggi terhadap Tuhannya, pengetahuannya tidak didapatkan melalui pencarian yang bersifat formal artinya tidak didapat bangku sekolah, membaca melalui buku-buku dan hubungan antara manusia dengan manusia. Dengan terpeliharanya ketaatan dan ketaqwaan maka kondisi jasmaniah dan bathiniah semakin hari semakin bersih dan suci, mengakibatkan pertumbuhan sel-sel didalam otak demikian baik dan sempurna bersamaan dengan tumbuhnya sel otak pengetahuan yang terprogram pada Ruh mengisi sel-sel tersebut. Proses ini berlangsung tahap demi tahap disesuaikan dengan kondisi orang tersebut pengetahuan inilah yang didapat oleh orang-orang yang dekat dengan Tuhannya seperti halnya para Nabi dan Rasul serta Wali.
Sebaliknya kondisi manusia yang ketergantungannya terhadap dunia demikian besar akan mengakibatkan beban atau stress, keadaan ini akan membunuh sel otak dan melahirkan berbagai macam penyakit, baik penyakit badan lahir maupun bathin maka kondisi ini dapat diistilahkan dengan dosa. Kalau kita perhatikan, berapa banyak manusia yang ketergantungannya terhadap, pangkat, jabatan, uang, harta, wanita dan lain-lain sudah dapat dipastikan akhir dari pada hidupnya seperti apa.
Surat 7 (AL-A’RAF) Ayat 52
“Dan sesungguhnya telah Kami datangkan kepada mereka satu kitab yang telah kami terangkan dia atas dasar pengetahuan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang mau beriman.”
Surat 39 (AZ-ZUMAR) Ayat 9
“Atau adakah orang yang berbakti diwaktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, dalam keadaan takut kepada azab akhirat dan mengharap rahmat Tuhannya itu sama dengan lainnya? Katakanlah : Adakah sama mereka yang tahu dan mereka yang tidak tahu? Tidak mengingat melainkan orang-orang yang mempunyai fikiran”
Makna dari Alimun adalah orang-orang yang mengerti dan faham akan seluruh pengetahuan yang ada dimuka bumi ini, tidak ada lagi sesuatu perkara yang gaib lagi baginya, semua dia ketahui sebagaimana sifat Tuhannya, bahwasanya Ruh diprogram oleh Tuhan atas semua pengetahuan yang terdapat pada alam semesta ini, dari yang kasat mata sampai yang tidak kasat mata, ia tidak dibatasi oleh dimensi ruang, gerak dan waktu, ia menyaksikan seluruh ciptaan Tuhannya tanpa terkecuali.
17. HAYYAN (Yang Hidup)
Surat 6 (AL-AN’AM) Ayat 122
“Dan apakah orang tadinya mati, lalu Kami hidupkan dia dan Kami adakan baginya cahaya yang ia berjalan dengannya diantara manusia itu sama seperti orang yang didalam kegelapan-kegelapan, yang tidak bisa keluar dari padanya? Demikianlah dihiaskan bagi orang-orang kafir itu apa-apa yang mereka telah kerjakan.”
Hayan adalah komunitas manusia yang bersungguh-sungguh, bekerja keras mencari cahaya Tuhannya dengan ibadah yang terus menerus sampai ia memahami akan hidupnya, apa yang menjadi visi dalam kehidupannya didunia yang menjadikan ia bekerja hanya untuk Tuhannya, lahirnya Ruh (Cahaya) atas jasmaniah dan bathiniah.
Surat 6 (Al An’am) ayat 60
“Dan Ialah yang memegang kamu pada waktu malam dan Ia mengetahui yang kamu kerjakan pada siang hari, kemudian Ia bangunkan kamu padanya, supaya disempurnakan satu waktu yang tertentu, Kemudian kepadaNyalah tempat kembali kamu, kemudian Ia akan khabarkan kepada Kamu apa yang telah kamu kerjakan”

Kalimat yang berbunyi “Ia bangunkan kamu padanya” maknanya adalah manusia yang lalai akan ibadahnya dikatakan mati (malam), dengan berjalannya waktu ia mulai bersungguh sungguh dengan ibadahnya, proses ini terus berlangsung hingga ia mengerti dan memahami (Ia bangunkan kamu) artinya hidup (siang). Setelah ia hidup maka ia berproses menyempurnakan visi dan misinya, tidak ada tujuan selain kepada Tuhannya (satu waktu yang tertentu). Kecintaan dan kerinduan hanya kepada Tuhannya, ia tidak lagi berkeinginan kepada gemerlapnya dunia (terbebas dari kemelekatan duniawi).
Surat 76 (Al Insan) ayat 31
“ Ia masukkan siapa saja yang ia kehendaki kedalam rahmadNya, sedang orang orang yang zalim itu Ia sediakan untuk mereka Adzab yang pedih”
Kondisi manusia yang memasuki fase hidup (hayan) apa yang dikerjakannya tidak atas kepentingan dirinya dan golongannya, suatu bentuk pengabdian yang tulus dan ikhlas, hanya mengharap rahmad dari Tuhannya, hanya pekerjaan pekerjaan yang baik dan benar, ia ikhlas dengan apa yang diperbuat Tuhan atas dirinya.
18. SAMIUN (YANG MENDENGAR)
Surat 8 (Al Anfal ) ayat 20
“Hai orang orang yang beriman! Taatlah kamu kepada Allah dan Rasulnya, dan janganlah kamu berpaling dari padaNya, pada hal kamu mendengar”
Hati manusia adalah sebuah dimensi yang sangat besar, di sanalah Ruh bersemayam, di dalam inti Ruh manusia adalah bagian dari Zdat Allah, di dimensi kedua sesudah dimensi Rohaniah adalah dimensi Siriyah (alam bawah sadar), pada dimensi ini seluruh pengetahuan tememori (disimpan).
Kerap kali kita mendengar bisikan bisikan yang sangat halus dalam melakukan sesuatu dan selalu ada dua suara halus yang kita dengar yang saling bertentangan, yaitu suara dari hawa nafsu dan suara dari dimensi siriyah (ruang rahasia). Pengendali atas dimensi siriyah adalah dimensi Zdat Allah, seluruh informasi yang disampaikan adalah kebenaran yang hakiki, sedang yang terjadi di dalam diri manusia kerap kali informasi informasi ini terabaikan, penyebabnya adalah hawa nafsu yang dikendalikan oleh iblis, maka yang terjadi terhambatnya informasi memasuki sel sel di dalam otak.
Bagi manusia yang bekerja keras berbakti kepada Tuhannya dengan kekuatan ibadah lambat laun hawa nafsu akan melemah da akhirnya tunduk setunduk tunduknya, artinya semua informasi dalam bentuk pengetahuan akan didengar (yang mendengar) dan disimpan di dalam sel otak. Dalam kondisi ini prndengarannya tidak lagi dibatasi ruang dan waktu.
Surat 8 (Al Anfal) ayat 23
“Dan kalau Allah tahu, bahwa pada mereka ada kebaikan, niscaya Allah buat mereka dengar, dan kalau Allah buat mereka dengar tentu mereka akan berpaling, padahal mereka menjauhkan diri”
Surat 50 (Qaf) Ayat 36, 37
“ Dan beberapa banyak kaum yang Kami telah binasakan sebelum mereka ini dan mereka itu lebih kuat dari pada mereka ini, sehingga mereka itu mengelilingi negeri negeri, adakah bagi mereka ini tempat pelarian?”
“Sesungguhnya tentang hal itu ada peringatan bagi orang orang yang mempunyai pikiran atau menggunakan pendengarannya, sedang ia memperhatikan”
Ayat ini mengandung makna tentang hukum sebab akibat, bahwa hukum Allah mengenai siapa saja baik itu sifatnya perorangan, kelompok, golongan maupun negara. Tidak ada yang mampu menghindar dari apa yang telah ditetapkan oleh Tuhan, mereka adalah orang orang yang tidak menggunakan fikirannya untuk kepentingan akherat dan yang tidak mendengar bisikan (informasi) halus dari dimensi siriyah (alam rahasia).
Surat 53 (An Najm) ayat 39
“Dan sesungguhnya manusia tidak akan mendapat melainkan menurut apa apa yang telah ia usahakan”
Surat 2 (Al Baqarah) ayat 218
“Sesungguhnya orang orang yang beriman dan berhijrah serta bekerja keras di jalan Allah, mereka itu orang orang yang berharap rahmat Allah, dan Allah itu pengampun penyayang”
Surat 6 (Al An’am) ayat 12
“Tanyalah:”Bagi siapakah apa yang ada di langit dan di bumi? Katakanlah:”Bagi Allah” Ia telah wajibkan dirinya memberi rahmat…
SAMIUN (YANG MENDENGAR) , untuk menuju level ini diperlukan kesungguhan dan memahami akan apa yang dikerjakan dan yang diusahakannya dan semata mata mengharap rahmat Allah pemilik atas semua jiwa.
19. BASHARUN (YANG MELIHAT)
Surat 6 (Al An’am) ayat 104
“Sesungguhnya telah datang kepada kamu beberapa keterangan dari Tuhan kamu, lantaran itu, barang siapa melihat, maka semata mata untuk dirinya, dan barang siapa buta, maka semata mata untuk kecelakaan atasnya dan bukanlah Aku penjaga atas kamu”

Seperti halnya Samiun bahwa di dimensi siriyah memiliki program melihat atau diistilahkan mata Ruh. Kemampuannya jauh melebihi mata fisik (jasad), kualitas ini yang akan menuntun penglihatan manusia menyaksikan yang tidak bisa disaksikan oleh mata jasad, kondisi inipun melalui proses tahapan tahapan sampai menuju kesempurnaannya. Sebuah tahapan kelahiran bawah sadar kepada alam sadar, basharun pun tidak dibatasi ruang dan waktu. Manusia dalam kondisi ini dapat menyaksikan dimensi antara lain menyaksikan waktu yang telah lalu dan waktu yang akan datang, menyaksikan dimensi makhluk halus , syurga, neraka dan lain sebagainya.
Surat 7 (Al A’raf) ayat 179, 198 dan 201
“Dan sesungguhnya kami telah sediakan untuk neraka, beberapa banyak dari jin dan manusia yang mempunyai hati tetapi tidak mau mengerti dengannya dan mempunyai mata tetapi tidak mau melihat dengannya dan mempunyai telinga tetapi tidak mau mendengar dengannya, mereka itu seperti binatang, bahkan mereka lebih sesat adalah mereka itu orang orang yang lalai”

(QS. 6 ayat 179)
“Dan jika kamu seru mereka kejalan petunjuk, mereka tidak akan dengarkan, dan engkau lihat, bahwa mereka melihatmu, pada hal mereka tidak melihat” (QS. 6 ayat 198)
“Sesungguhnya orang orang yang bertaqwa itu, apabila mengenai mereka gangguan dari syetan, mereka ingat, lalu mereka lihat”(QS. 6 ayat 201)
Beberapa keterangan di atas ini kiranya sudah cukup menjelaskan, apa yang dimaksudkan dengan makna basharun.
20. MUTAKALIMUN (YANG BERKATA KATA)
Mutakalimun (berkomunikasi), Kemampuan (kualitas) orang orang di kondisi ini, mereka dapat berkomunikasi kepada seluruh makhluk, tentunya , setiap makhluk mempunyai cara yang berbeda dengan manusia yang kebanyakan orang masih menjadi hal yang misteri.
Ruh adalah cahaya dimana kecepatannya, dalam berkomunikasi demikian luar biasa bila kita bandingkan dengan kecepatan suara, dikatakan dalam ayat:
“Naik malaikat dan Ruh Ruh kepadaNya didalam sehari qadarnya lima puluh ribu tahun” (QS. 70 Al Haq’qaq ayat 4)
Artinya bahwa perbandingannya adalah satu hari berbanding delapan belas juta hari, artinya satu jam berbanding 18.000.000 jam. Tehnologi manusia dengan kecanggihannya, untuk ukuran kecepatan baru sampai pada kecepatan suara. Demikian yang terjadi pada mi’rajnya Nabi Muhammad SAW dari dimensi matrialistik menuju dimensi zdat Allah. Di dalam beberapa ayat menjelaskan komunikasi antara Nabi dengan Allah antara lain :
Surat 4 (An Nisa’) ayat 164
“Dan kami telah utus beberapa rasul yang telah Kami ceritakan (hal hal) mereka kepadamu lebih dahulu dan beberapa rasul yang tidak kami ceritakan kepadamu dan Allah telah omong (berbicara) kepada Musa omongan yang terang”
Surat 7 (Al A’raf) ayat 144
Allah berkata: Hai Musa! Sesungguhnya Aku telah memilihmu atas sekalian manusia dengan Risalah RisalahKu dan KalamKu, oleh karena itu, ambilah apa yang Aku berikan kepadamu, dan jadilah daripada orang orang yang berterimakasih ( bersyukur ).
Komunikasi yang terjadi antara Allah dengan Nabi Musa pada dimensi yang tidak terjamah oleh otak manusia, artinya tata nilai ilmiah tidak dapat untuk menjangkaunya.Kalau Nabi dan Rasul Rasul dapat berkomunikasi dengan Tuhan, bagaimana dengan manusia biasa? Bila kita amati secara teliti, dengan kejernihan hati dan fikiran, ada beberapa ayat di dalam Al Qur’an yang mengkiaskan akan pertanyaan di atas.
Surat 14 (Ibrahim) ayat 11
“ Berkata rasul rasul mereka kepada mereka: Kami ini tidak lain , melainkan manusia seperti kamu, tetapi Allah memberi kurnia kepada siapa yang Ia kehendaki dari hamba hambaNya, dan tidak bisa kami bawa keterangan kepada kamu, melainkan dengan izin Allah, dan kepada Allah hendaknya orang orang mu’min berserah diri”
Artinya bahwa: keberadaan rasul di muka bumi ini, diawali dari kebodohan suatu kondisi, ketidak mengertian dan ketidak fahaman, tidak ada seorang manusia ketika lahir ke alam dunia ini langsung menyandang predikat rasul, untuk mendapatkan predikat tersebut harus melalui proses yang sulit dan sangat berat. Di dalam prosesnya, tingkat kesabaran, keikhlasan, kejujuran, rasa syukur menerima apa adanya dan sebagainya sangatlah terukur kondisi ini yang melahirkan kurnia dan kehendakNya.
Tingkat pengetahuan yang dimilikinya di atas nilai nilai logika dan analogi manusia, yang tidak berproses (berevolusi) menuju tata nilai Ketuhanan. Dalam menyampaikan pengetahuannya disesuaikan dengan kebutuhan masing masing individu manusia. Ayat ini di akhiri dengan kalimat” Kepada Allah hendaknya orang orang mu’min berserah diri”. Kata mu’min adalah orang orang yang percaya kepada Allah sebagai Tuhan, Nabi Nabi dan Rasul Rasul, akhirat(kehidupan setelah di dimensi manusia)dan seterusnya, sedang “berserah diri” adalah orang orang mu’min yang mengerti dan memahami visi dan misi hidup, kemudian bersungguh sungguh bekerja keras dengan taat dan tunduk kepada Perintah dan laranganNya menuju pada tata nilai Ketuhanan dalam Kesifatannya.
Surat 18 ( Al- Kahf ) ayat 110
“ Katakanlah: Tidak lain aku ini, melainkan manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku, bahwa tidak ada Tuhan kamu, melainkan Tuhan yang satu, maka barang siapa percaya akan pertemuan dengan Tuhannya, hendaklah ia mengerjakan amal shalih dan jangan engkau sekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”
Dalam ayat ini kalimat yang terlahir adalah perkataan Nabi/Rasul, bahwa nabi menyatakan dirinya adalah manusia seperti manusia lainnya, di dalam prosesnya, sebelum dinyatakan sebagai nabi/rasul, beliau memasuki proses evolusi dimana tujuan di dalam hidupnya adalah mencari Tuhan yang satu, yang akhir dari proses tersebut bertemunya beliau dengan Allah yaitu Tuhan yang menjadi tujuannya dan ini diabadikan dalam peristiwa Isra’ Mi’raj, di dalam pertemuan inilah terjadi komunikasi antara beliau dengan Allah.
Predikat Rasul yang disandangya tidak didapatnya jatuh gratis dari langit, ada persyaratan persyaratan yang harus (wajib) dilaluinya, suatu perjuangan yang sangat luar biasa, keteguhan yang juga luar biasa, untuk meyakinkan visi dan misi saja dibutuhkan pengertian, pengetahuan dan pemahaman yang hanya bisa di dapat dari kerja keras. Kejernihan hati dan fikiran dan di dalam perjalanan hidupnya tidak terfikir dan bercita cita untuk menjadi Rasul atau Nabi, hati dan fikirannya hanya tertuju kepada Allah, kondisi ini terus mengekal sampai ia menjumpai Tuhannya.Demikian lebih dan kurangnya kajian sifat dua puluh dalam rangka mengerti dan memahami siapa sebenarnya makhluk yang berinisial manusia.

Tidak ada komentar: